Friday, March 9, 2012

Bani Israil, Yahudi, Ibrani, Zionis dan Israel

Dimas SBDY

Apakah Anda pernah mendengar kelima kata dalam judul diatas? Jika
pernah, apakah Anda bisa benar-benar membedakan kelima kata tersebut?
Jika Anda belum bisa membedakannya, Anda tidak usah khawatir karena
sekarang kita akan membahas perbedaan tersebut.


Bani Israil terdiri dari kata: Bani dan Israil. Bani artinya keturunan
atau anak cucu, sedangkan Israil adalah nama lain (julukan) Nabi
Ya’qub as, yang berasal dari dua kata: Isra yang berarti hamba atau
kekasih, dan El yang berarti Tuhan, sehingga Israil (Israel) berarti
hamba Tuhan atau kekasih Tuhan. Dengan demikian Bani Israil artinya
keturunan Nabi Ya’qub as. Sebagaimana diketahui, Nabi Ya’qub as
memiliki dua belas orang anak, salah satunya adalah Yusuf as. Jika
Anda ingin mengetahui nama-nama sebelas anak Nabi Ya’qub yang lainnya,
Anda bisa melihatnya di Perjanjian Lama. Singkat cerita, kedua belas
anak Nabi Ya’qub ini kemudian beranak pinak menjadi dua belas suku
Bani Israil.

Istilah Bani Israil sendiri dalam Al-Qur’an hanya dipakai untuk
menyebut anak cucu Nabi Ya’qub ini, yang kemudian diperbudak oleh
Firaun di Mesir, dan kemudian dibawa oleh Nabi Musa as keluar dari
Mesir menyeberangi Laut Merah. Sepeninggal Musa as, Bani Israil terus
hidup dibawah bimbingan para nabi dan para hakim mereka. Hingga
kemudian mereka mengangkat para raja, semenjak Thalut kemudian Dawud
kemudian Sulaiman. Di masa Sulaiman ini Bani Israil mencapai puncak
kejayaan mereka. Namun kemudian kerajaan Sulaiman meredup (declining),
pecah menjadi dua, dan menjadi obyek penjajahan bangsa-bangsa asing.
Kepada Bani Israil ini telah diutus sekian banyak nabi dari kalangan
mereka sendiri, tetapi diceritakan dalam Al-Qur’an bahwa Bani Israil
justru membunuh banyak diantara nabi-nabi tersebut. Sebutan Bani
Israil terakhir kali digunakan pada zaman Nabi Isa as, dimana ketika
itu Bani Israil tidak mau menerima kenabian Isa as.

Pada masa-masa tersebut diatas itulah sebutan Bani Israil digunakan.
Pada masa-masa kemudian, Al-Qur’an tidak lagi menggunakan sebutan Bani
Israil. Yang ada adalah sebutan Yahudi. Kelihatannya Al-Qur’an baru
menggunakan istilah Yahudi untuk menyebut orang-orang yang menganut
ajaran Yahudi, yaitu ajaran Musa as yang telah diubah dan
diselewengkan. Seperti halnya orang-orang Yahudi di masa Rasulullah
saw tidak lagi disebut oleh Al-Qur’an sebagai Bani Israil, tetapi
Yahudi.

Sejumlah besar dari Bani Israil memang suka membangkang perintah
Allah, tetapi masih ada sebagian kecil diantara mereka yang taat.
Adapun Yahudi hidup pada zaman belakangan, dimana kitab suci mereka
sudah tidak lagi bisa dijamin keasliannya. Yahudi adalah penganut
agama yang menyimpang, ajaran Musa as yang telah diubah dan
diselewengkan, yang akan terus eksis hingga hari kiamat.

Dan maha benar Allah. Ternyata memang terbukti bahwa saat ini tidak
ada satupun kaum yang bisa dijamin secara genetik sebagai keturunan
Nabi Ya’qub as. Penjelasannya ada disini. Karena itu tepatlah bahwa
yang ada saat ini hanyalah orang-orang Yahudi, bukan Bani Israil.
Orang-orang Yahudi dengan demikian adalah setiap orang yang menganut
agama Yahudi, tidak peduli dia itu masih memiliki garis keturunan Bani
Israil ataupun bukan.

Asal muasal istilah “Yahudi” sendiri diperselisihkan oleh para ahli.
Ada yang mengatakan bahwa istilah “Yahudi” berasal dari kata “al-huud”
dalam bahasa Arab, yang artinya “kembali”, seperti dalam QS Al-A’raf:
156, ketika Musa as berdoa kepada Allah SWT: “Dan tetapkanlah bagi
kami di dunia ini kebaikan, demikian pula di akhirat. Sesungguhnya
kami ‘kembali’ kepada-Mu.” Ada juga yang mengatakan, berasal dari kata
“yatahawwada” dalam bahasa Arab, yang artinya “bergerak-gerak”
dikarenakan mereka bergerak-gerak ketika membaca Taurat.

Ada pula yang mengatakan bahwa istilah “Yahudi” bukan berasal dari
bahasa Arab, namun berasal dari kata non-Arab “Yahuda” yang merupakan
nama salah seorang anak Nabi Ya’qub as. Ada pula yang mengatakan,
berasal dari kata “Yahweh” yang berarti “Tuhan” atau “Yang Maha
Maujud” dalam bahasa Ibrani. Dan ada pula yang mengatakan, berasal
dari kata “Yahuda” yang merupakan nama salah satu dari dua kerajaan
Bani Israil pasca Sulaiman as.

Sampai disini kita bisa menyimpulkan bahwa kita menggunakan istilah
Bani Israil jika kita berbicara mengenai genealogi atau ras. Dan kita
menggunakan istilah Yahudi jika berbicara mengenai agama.

Adapun istilah Ibrani (Hebrew) kita pakai jika kita berbicara mengenai
kebudayaan, termasuk didalamnya bahasa. Mengenai asal muasal istilah
Ibrani, ada yang mengatakan bahwa istilah ini berasal dari kata ‘abara
yang berarti menyeberang. Kata ini dinisbatkan kepada Ibrahim as yang
dalam Kitab Kejadian disebut sebagai Ibrahim Sang Ibrani yang bermakna
Ibrahim Sang Penyeberang. Dikatakan demikian karena Ibrahim as telah
menyeberangi Sungai Eufrat. Ini diperkuat dengan apa yang termaktub
dalam Kitab Joshua: “Demikianlah Tuhan Israel berfirman tentang
penyeberangan sungai itu, dimana leluhur kalian tinggal sejak dahulu
kala, dari bapak Ibrahim dan bapak Nahur, menyembah tuhan-tuhan lain.
Maka aku bawa Ibrahim menyeberangi sungai itu dan berjalan di tanah
Kana’an (Palestina).” Pendeta Ishaq Salka berkata, “Nama Ibrani tidak
muncul kecuali setelah Ibrahim as menyeberangi sungai Eufrat.”

Namun ada juga yang mengatakan bahwa istilah Ibrani dinisbatkan kepada
Ibr bin Syam bin Nuh, kakek kelima Ibrahim as. Akan tetapi para ahli
menganggap pendapat ini lemah.

Apapun itu, yang jelas dalam perkembangannya istilah Ibrani biasanya
hanya dipakai dalam konteks kebudayaan. Karena itu, ada ‘kebudayaan
Ibrani’, ‘bahasa Ibrani’, dan sebagainya.

Sedangkan Zionis adalah penganut paham dan gerakan Zionisme. Dari sisi
bahasa, Zionisme berasal dari kata Zion, yaitu nama bukit di kawasan
Jerusalem (Al-Quds), yang terkadang dipakai pula untuk menamai dataran
tinggi dimana kota Jerusalem berdiri. Dari sisi peristilahan, secara
singkat bisa dikatakan bahwa Zionisme adalah suatu paham dan gerakan
yang bersifat politis, rasial, dan ekstrim, yang bertujuan untuk
menegakkan Negara Khusus bagi Bangsa Yahudi di Palestina, dan melihat
hal tersebut sebagai solusi bagi permasalahan-permasalahan orang
Yahudi.

Dengan demikian, pada dasarnya Zionisme tidak ada kaitannya dengan
Yahudi. Hanya saja para pengusung Zionisme senantiasa menyandarkan
paham dan gerakan ini pada ajaran-ajaran Yahudi, meski sebetulnya
Zionisme adalah suatu paham dan gerakan politis dan rasial yang
ekstrim. Bahkan peletak dasar Zionisme modern, Theodor Hertzl,
bukanlah seorang Yahudi relijius. Ia adalah seorang sekuler, yang
memanfaatkan sentimen keyahudian untuk menjustifikasi paham dan
gerakan politiknya tersebut. Karena itu tidak mengherankan bahwa dalam
perjalanannya ada sebagian Yahudi – meski belakangan hanya sebagian
kecil – yang tidak setuju dengan Zionisme.

Sekarang, bagaimana dengan Israel? Dari definisi Zionisme diatas,
jelas sekali bahwa Israel adalah cita-cita dan sekaligus hasil dari
gerakan Zionisme. Israel adalah nama negara ilegal orang-orang Zionis
yang didirikan diatas bumi Palestina. Sebetulnya orang-orang Zionis
menamai negara tersebut Israel dengan maksud menyandarkan dan
menisbatkannya pada Bani Israil (atau dalam Perjanjian Lama disebut
sebagai “orang-orang Israel”). Mereka melakukan hal ini agar timbul
kesan bahwa mereka adalah keturunan Bani Israil yang memiliki hak
historis atas bumi Palestina. Padahal dalam kenyataannya mereka sama
sekali bukanlah Bani Israil.

Dengan demikian, penyebutan dan penggunaan kata Israel adalah dalam
konteks politik. Yakni untuk menyebut nama negara ilegal yang
didirikan oleh kaum Zionis itu, bukan dengan maksud untuk
menisbatkannya pada Nabi Ya’qub ataupun Bani Israil.

Nah, sekarang sudah jelas kan perbedaan diantara kelima kata diatas.
Semoga ini bermanfaat dan kita tidak lagi dibuat bingung.

No comments:

Post a Comment