Saturday, March 3, 2012

Ibnu Al Shatir, Ilmuwan Astronomi Islam




 Meirliena Rose A
Mungkin banyak yang belum ngeh, kalau dasar-dasar Heliosentris itu bisa jadi muncul pas jaman kejayaan astronomi di jazirah Arab. Dari SD kita sudah dicekokin bahwa heliosentris itu dirumuskan oleh Copernicus, bla bla bla ..
Tapi belajar sedikit tentang sejarah itu perlu. Dari mana Copernicus dapat ide (matematis) tentang matahari sebagai pusat tata surya (heliosentris)? Apakah apel jatuh di atas kepala-nya? Menurut pakar-pakar sejarah astronomi, ada keserupaan ide matematika antara buku Copernicus yang berjudul “De Revolutionibus” dengan sebuah buku yang pernah ditulis sebelumnya oleh seseorang arab. Judul bukunya “Kitab Nihayat Al-Sul Fi Tashih Al-Usul” (-butuh penterjemah nih-). Buku ini ditulis sekitar seratus tahun sebelum jaman Copernicus oleh Ibnu Al-Shatir (1304-1375 CE)

Ibnu Al-Shatir adalah seorang pakar Muwaqqit di Mesjin Umayyad, Damaskus, sekaligus sebagai orang yang membangun sundial terbesar.
Dari pengalamannya di dunia astronomi, Ibnu Al-Shatir menulis buku tersebut, yang merombak habis teori geosentris Ptolemeus; kendati belum beranjak dari teori geosentris, tapi secara matematis, Al-Shatir memperkenalkan adanya epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran). Digambar tersebut, Al-Shatir mencoba menjelaskan bagaimana gerak Merkurius jika Bumi menjadi pusat alam semesta-nya, dan Merkurius bergerak mengitari Bumi.

Model Merkurius Ibnu Al-Shatir
Matematika adalah bahasa yang universal, mempunyai kebenaran ilmiah yang tidak terbantahkan. Jadi apakah geosentris, atau heliosentris, maka, itu semua hanya menjadi perkara titik pangkal koordinat. Demikian pula dengan pemikir-pemikir di masa tersebut akan selalu berpegang pada kebenaran matematika, alih-alih berdebat kusir tentang yang mana yang benar. Perumusan matematika oleh Ibnu Al-Shatir ini yang kemudian, (dipercaya?) menjadi pondasi perumusan matematis Copernicus untuk memperkenalkan model Heliosentris-nya.
Dengan demikian, apakah memang bapak-bapak dari masa lalu tersebut mempunyai keberpihakan pada geo/helio-sentris? Yang pasti adalah , bapak-bapak tersebut akan selalu berpegang pada adanya kebenaran-kebenaran ilmiah (matematika), untuk bisa menjelaskan apa yang mereka amati. Tidak penting lagi geo/helio-sentris, tetapi lebih penting untuk bisa dijelaskan, sehingga bisa diterima sebagai suatu kebenaran yang ilmiah. Lalu apakah kebenaran ilmiah tersebut merupakan kebenaran absolut?

No comments:

Post a Comment